Sabtu, 25 Desember 2010

Gigs Kolektif Tidak Efektif

Di setiap akhir minggu saya selalu mendapatkan poster - poster gigs di Facebook,yang mana gigs tersebut adalah performance dari band - band indie Surabaya,yang mungkin akan menampilkan 15 sampai 20 band indie. Dimulai dari jam "01.00 PM till drop" begitulah biasanya tulisan waktu yang ada di poster tersebut. Setiap kali saya melihat poster tersebut saya sering merasa seperti Deja Vu,karena sering sekali saya melihat nama - nama band yang sama dan lokasi gigs yang sama,dan seperti biasa gigs tersebut hanya mengandalkan nama yang sangar tanpa memiliki konsep atau tema sama sekali,contoh "SCREAM FOR YOUR MUSIC" special perform from this band. Ketika saya mulai melihat sederatan nama - nama band tersebut,saya seperti melihat menu - menu makanan di food court,dimana di food court tersebut semua macam jenis makanan dijual disitu. OK saya rasa saya mengerti maksud penyelenggara,mereka ingin menunjukkan bahwa ini lah musiknya Surabaya,bermacam - macam tetapi tetap satu. Baiklah sekarang kita akan melihat faktanya di lapangan.
Saya sering mendatangi dan menonton acara gigs tersebut,bahkan saya juga tidak jarang mengisi acara di gigs tersebut bersama band saya yang sekedar ingin menyalurkan hobi bermusik kami. Pertama - tama mari kita lihat dari sisi penonton! Ada banyak jenis penonton di sebuah acara gigs,mulai dari yang ikut - ikutan teman agar dapat dikatakan gaul sampai yang benar - benar menonton karena kebutuhan musiknya. Dan ketika sebuah band bernama "A" dipanggil untuk check sound,terlihat beberapa anak muda dengan berpakaian hitam bersablonkan gambar band - band cadas dengan tulisannya yang seperti kaligrafi mulai mengisi bagian depan stage untuk menyaksikan secara dekat & langsung,atau mungkin siap - siap untuk bermoshing disaat band kesayangannya mulai memainkan lagu cadasnya. Tapi setelah itu apa yang saya pikirkan ternyata salah,hanya terlihat 1 atau 2 orang yang bermoshing,selebihnya hanya terlihat seperti supporter yang sedang menyaksikan pertandingan sepak bola di stadion,dan mereka ternyata hanya sekumpulan teman - teman nongkrong yang sedang mensupport temannya yang sedang bermusik di atas panggung,dan tidak seperti menikmati musik yang sedang dimainkan band temannya. Setelah band selesai beraksi diatas panggung,sekumpulan anak muda tadi pun dengan santai bubar dan sebagian lagi membantu temannya membawakan alat dari atas panggung. Lalu dipanggillah band "B" untuk perform selanjutnya,sama seperti hal sebelumnya,hanya saja kali ini mereka memakai pakaian dengan warna yang penuh dengan warna cerah,bersablonkan gambar - gambar lucu. Dan lagi - lagi sama seperti penonton dari band sebelumnya.
Lama berpikir akhirnya saya mendapatkan sebuah kesimpulan,ternyata acara ini sama halnya dengan kampanye partai politik,hanya saja partai - partai tersebut berkampanye di satu tempat yang sama,dengan jadwal yang sudah ditentukan panitia. Dan lagu - lagu yang mereka mainkan terdengar seperti teriakan, "ayo,pilihlah aku,aku lebih baik dari yang lainnya" kepada para penonton.
Lebih parahnya lagi ketika band yang tidak memiliki groupies atau tidak memiliki teman - teman yang menonton aksi band tersebut. Ketika band itu beraksi diatas panggung,mereka hanya terlihat seperti iklan  REG (spasi) RAMAL di selingan program sinetron kesayangan di televisi,ya mereka hanya sekedar numpang lewat di acara tersebut,karena hanya sedikit sekali penonton dari band lain yang memperdulikan aksi mereka,padahal semua orang disitu juga tahu kalau mereka band yang pantas untuk dinikmati. Jika memang ingin menyaksikan band kesayangan dengan durasi yang lama ada baiknya menonton acara konser tunggal dari band favorit kamu,saya rasa gigs bukanlah acara seperti itu!
Kedua jika dirasakan dari sisi pengisi acara,yaitu band yang tampil di gigs tersebut. Banyak beban mental yang mereka bawa diatasa panggung,dan yang pasti faktor terbesarnya adalah penonton. Saya rasa banyak band yang setuju dengan hal itu. Setiap band - band yang main di acara tersebut kebanyakan sudah memiliki penonton sendiri,nah bagaimana kalau tidak? Saya rasa band tersebut harus lebih pandai menjilat penonton ketika di atas panggung lewat ucapan terima kasih yang sedikit berlebihan daripada memainkan skill yang luar biasa pada aransemen lagunya. Dan selanjutnya,band harus sudah siap dengan yang namanya keterlambatan waktu,atau biasa disebut ngaret. Dari yang tadi awalnya dimulai pada jam 1 siang,mungkin bisa berubah menjadi jam 3 sore dan akan berakhir dengan waktu yang tak terduga pula,dan hal ini sangat merugikan bagi band tersebut. Mungkin saja gara - gara schedule yang tidak jelas itu,mereka tidak jadi main,dan akhirnya uang registrasi yang rasa tidak murah itu terbuang sia - sia bagi mereka.Saya tak terlalu tahu pasti penyebabnya apa,tapi satu hal yang pasti,panitia benar - benar tidak terkoordinir.
Saya rasa untuk para penyelenggara harus lebih memikirkan isi atau konsep acara,karena sepertinya selama ini hanya memakai konsep "yang penting ada acara,penontonnya bisa rame,dan eksis". Saya tahu ada banyak band di Surabaya yang mendambakan acara sederhana tapi memiliki konsep yang luar biasa,yang tak hanya berisikan band - band yang cuma numpang ngeksis. Sedikit lebih kreatif mungkin akan menghasilkan sesuatu hal yang baru yang sudah lama dinanti - nantikan oleh pecinta musik indie di Surabaya. Mohon maaf jika tulisan ini terlihat seperti curhat daripada sebuah artikel!

Ditulis oleh seseorang yang tidak ingin disebut namanya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar